Selamat
malam pembacaku.
Sebuah
kisah yang diangkat dari perjalanan gadis pintar dan perjaka kaya.
Kini
aku masih duduk di kelas XI disebuah sekolah yang paling ngetop di negeriku.
Kata orang, aku termasuk dalam kategori gadis yang pendiam, cerdas, tangkas,
penuh misteri, dan ramah. Aku tidak pernah menyadari sisi kepribadianku itu. Di
sekolah aku hanya berteman akrab dengan dua orang saja yaitu Dila dan Cinta.
Sebelumya, perkenalkan namaku Gieshell. Aku bersekolah di tempat yang Wah..
bukan karena orang tuaku kelebihan harta, tapi nilaiku yang cukup untuk
menguasai semua mata pelajaran yang ada. Dalam satu kelas terdapat tiga puluh
lima siswa, kebetulan kelasku merupakan kelas andalan olimpiade dan penelitian,
bahasa asing juga jago. Sedangkan kelas yang
lain hanya menguasai beberapa kelebihan saja, karena mereka cukup mendalami bahasa asing. Aku memiliki keburukan (cemberut dan marah-marah nngak jelas) saat ada seorang laki-laki yang berusaha mengganggu konsentrasi dalam pekerjaanku. Sebut saja Cello, anak dirut BNI yang selalu usil, boleh dibilang udik. Setiap hari ketika aku masukkan pasword pada loket siswa, Cello selalu menggannguku dengan berbagai cara. Tapi, aku beruntung tidak sekelas dengan orang udik sekota Bandung itu. Selain Cello jago berdebat, dia juga jago matematika. Karena menurutku wajar, dia bisa segalanya karena belajarnya plus pakek bimbel segala. Tapi keburukan Cello yaitu malas belajar, ia selalu mengandalkan harta, harta, dan harta orang tuanya dan keluarganya saja. Sekali sebut, apapun akan ia dapat asal bukan matahari saja yang dia minta. Kebetulan kami sama-sama lolos seleksi nasional olimpiade Matematika dan Sains Ilmu Terapan. insyaAllah bulan depan akan dikirim ke Kongo Amerika Serikat. Aku dan Cello selalu mengikuti les tambahan di sekolah untuk persiapan olimpiade tingkat internasional itu. Aku merasa heran, setiap les bahasa inggris (Amrik) Cello selalu tidak hadir. Alsan Cello pada Mis. Aurel, selalu urusan bersama orang tua. Ntar kalau sudah dekat hari H, baru kelabakan. Dasar anak males... keesokan harinya di sekolah:
lain hanya menguasai beberapa kelebihan saja, karena mereka cukup mendalami bahasa asing. Aku memiliki keburukan (cemberut dan marah-marah nngak jelas) saat ada seorang laki-laki yang berusaha mengganggu konsentrasi dalam pekerjaanku. Sebut saja Cello, anak dirut BNI yang selalu usil, boleh dibilang udik. Setiap hari ketika aku masukkan pasword pada loket siswa, Cello selalu menggannguku dengan berbagai cara. Tapi, aku beruntung tidak sekelas dengan orang udik sekota Bandung itu. Selain Cello jago berdebat, dia juga jago matematika. Karena menurutku wajar, dia bisa segalanya karena belajarnya plus pakek bimbel segala. Tapi keburukan Cello yaitu malas belajar, ia selalu mengandalkan harta, harta, dan harta orang tuanya dan keluarganya saja. Sekali sebut, apapun akan ia dapat asal bukan matahari saja yang dia minta. Kebetulan kami sama-sama lolos seleksi nasional olimpiade Matematika dan Sains Ilmu Terapan. insyaAllah bulan depan akan dikirim ke Kongo Amerika Serikat. Aku dan Cello selalu mengikuti les tambahan di sekolah untuk persiapan olimpiade tingkat internasional itu. Aku merasa heran, setiap les bahasa inggris (Amrik) Cello selalu tidak hadir. Alsan Cello pada Mis. Aurel, selalu urusan bersama orang tua. Ntar kalau sudah dekat hari H, baru kelabakan. Dasar anak males... keesokan harinya di sekolah:
“Sel,
Gieshell. Tunggu bentar gua mau ngomong.”! Seru Cello yang baru turun dari
mobilnya. Aku berhenti dan menoleh kearah suara yang memanggilku.
“ada
apa Sel, nggk ada waktu aku belum sarapan,.”! Jawabku ketus
“
ya ela, Sel. Bentaran aja kok. Lima menit tunggu ya, gua mau masukin pasword
dulu.”! Cello berlari menuju loket padahal aku belum menjawab iya atau tidak.
Aku
memperhatikan Cello dari jauh, dia senyum padaku ketika selesai memberikan
tanda pengenal siswa pada petugas loket. Senyumannya sok manis. Il feel....
sambil menunggu Cello mendekatiku aku sibakkan rambut panjang dari leherku.
Banyak teman-temanku menyapa, mengajakku masuk kelas. Tapi aku sudah keburu
punya janji sama Cello, eh bukan,! Mau dengerin apa yang di sampaikan oleh
Cello.
“udah,
registrasinya?”. tanyaku dengan sedikit menjinjitkan alis.
“udah,
Sel, yuk ngomongnya sambil jalan ya.!. kata Cello menarik lenganku.
“mau
ngomong apaan Sel, oh iya kemaren kamu kemana sih, setiap pelajaran Mis Aurel
kamu nggak hadir, aku kemaren sendirian untuk kelas matematikanya,. Selalu
urusan keluarga, apa kamu nggak sayang dengan kesempatan emas itu. Selidikku
penuh kejengkelan.
“iya,
iya. Kemaren aku memang nggk kemana-mana, aku main Play Station sama abang.
Males juga, lagian kalau jadi, ke Kongo aku bawa aja jubir, biar papaku yang
bayar. Heh.. jawab Cello dengan entengnya.
“terserah
kamu ya,resiko di tanggung sendiri-sendiri.” Kataku sambil belok ke lorong
kelasku.
“oke,
expres Junior. Hahahah.. dah Gieshell sampai ketemu ntar siang.
Saat
ini aku merasa Cello adalah sahabat laki-lakiku yang pertama, entah mengapa aku
merasakan kenyamanan saat di dekat Cello, yaahh walaupun sedikit udik dan sok
cool, tapi nggk papa sih, aku merasa terlindungi saat berjalan dengan Cello.
Kata bunda, sahabat boleh dengan siapa saja baik laki-laki atau perempuan yang
penting orangnya baik. Mulai saat itu, kedekatan aku sama Cello bersambung.
Setiap hari saat jam istirahat pertama, Cello selalu menunggu di depan lorong
kelasku. Maksudnya ngajak ke kantin bareng. Seperti hari ini.
“hai
Sel, gimana pelajarannya, you can handle it, or to have a brief sleep, hahaha.?.
tanyanya sambil menyenggol lenganku dengan sikunya.
“of
course, I can to overcome, huh..” jawabku sedikit melihat wajahnya yang
meledekku.
“Sel,
kenapa sih jauh banget jaraknya, deket sedikit napa!, takut banget, tenang aja
yang jalan sama kamukan primadona sekolah.
“
behel kamu itunah yang jadi primadona, huh. Sel, rendah dikit dong, malu. Aku
terlalu pendek kalau sejajar sama kamu. Kataku sambil menarik lengannya.
“oh
iya, iya, makannya minun susu, jangan makan pelajaran mulu. Ntar nambah pendek
lo. Kata Cello sambil terus berjalan seperempat berjongkok.
Aku
hanya membalasnya dengan senyuman dan pukulan kecil di tangan Cello. Akhirnya
aku meminta Cello agar berjalan dengan tegap, sebagaimana biasanya. Sesampainya
di kantin aku memesan makanan yang sama dengan Cello, ternyata makanan kesukaan
Cello berbanding terbalik. Dia menyukai
udang veru much, sedangkan tubuhku tidak menapung sumber nabati hewani yang
namanya udang. Makanan itu tidak aku sentuh sedikitpun. Hanya melihat cara
makan Cello yang rapi, dan anggun. Sambil sesekali menyeruput es jerukku.
“Sel,
kenapa nggak dimakan udangnya.? Enak lo, aku belikan untuk kamu. Kamu nggak
bisa ngehargain orang lain ya.! kata Cello menghardikku.
“terimakasih
Sel, kamu udah belikan makanan ini untk aku, aku alergi udang,aku bisa demam,
menggigil dan biduran kalau makan udang. Kataku sambil meyakinkan.
“udah
makan aja Sel, jangan ada yang dipantang-pantang dari pada lo kelaparan.”. ayo
makan ini aku suapin.” A, A,!. Cello sengaja memasukan udang dalam mulutku, aku
tidak sengaja menelannya.
Setelah
aku menelan sepotong daging udang yang gurih itu, aku pamit untuk meninggalkan
Cello di kantin, aku tidak tahan lagi, dunia ini seperti akan runtuh dan
berputar 360 setiap sudutnya. Aku berjalan oleng tanpa siapapun,teman-teman
tidak ada yang menyadari kalau aku sedang keracunan udang. Aku berlari menuju
kelas dan meminum obatku. Sambil menundukkan kepala di atas meja, aku terus
menyebut nama tuhanku dan memanggil orang tuaku. Karena alam sadarku diamabang
tak tentu arah. Cello yang menyadari akan terjadi apa-apa denganku, segera
menyusul ke dalam kelas.
“
Sel, kamu nggak papa?, Sel kamu kenapa, Sel apa yang harus aku lakukan, Sel
maafkan aku, Sel jangan buat aku cemas, Sel sadar.. Gieshel Tamara. Bangun....!
teriakan Cello hanya terdengar sayu redup.
“Sel,
tolong.. aku, aku benar-benar pusing”.! Jawabku dengan terbata-bata tubuhku melanting
kesana kemari.
Saat
itulah aku mulai tak sadarkan diri, dan di bawa kerumah sakit terdekat. Aku
pingsan mulai dari sekolah. Tenyata alergiku bukan hanya menyebabkan demam
saja, tapi menyebabkan sekujur tubuhku menggigil. Tiga hari aku dirawat dirumah
sakit padahal keberangkatanku ke Kongo tersisa sembilan hari lagi. Pada hari
kedua Cello dan ibunya datang menjengukku dengan membawa parcel buah, ibunya
sangat meminta maaf atas perilaku Cello padaku. It okey, kata bunda, lagian aku
juga cuma elergi biasa aja. Cello menatapku denga rasa penuh khawatir dan
cemas, matanya berkaca-kaca. Aku raih tangannya yang masih berdiri di
sebelahku.
“aku
udah nggak papa Sel, jangan sedih, seharusnya kamu kesini tunjukin muka kamu
yang ceria, biar bisa menghibur aku. Kata bunda juga nggak papa, mungkin kamu
lagi hilaf saja, iya kan bun, tannte?. Sambil menyapa mama Cello.
“maafin
anak tante sayang, dia udah buat kamu kayak gini, padahal sembilan hari lagi
kamu mau fly ke Kongo. Kata mama Cello sambil memegangi tanaganku yang tertusuk
jarum infus.
Aku
hanya mengangguk lemah, untuk membalasya. Sepertinya mama Cello sangat
penyayang, keliahtan dari cara bicara dan geriknya. Bundaku juga tidak
memperpanjang masalah ini. biasa anak kecil, kata bunda menghibur. Setelah mama
dan bunda berbincang tentang kelemahanku ini, aku berdua di dalam kamar yang
seram dan wangi aroma obat bersama Cello, dari tadi laki-laki udik itu tidak
angkat bicara hanya terunduk dan menguruti jemariya saja. Akupun mempunyai ide,
untuk membalas keusilan dan kesombongannya selama ini.
“Sel,
coba kamu nggak suapin aku udang, aku nggak bakal terbaring dirumah sakit ini,
kamu tahu berapa banyak kerugian ilmu yang aku dapatkan, kamu harus bertanggung
jawab atas semua ini. ngerti kamu?..”, kata ku bernada tingggi.
“apapun
akan aku lakukan, aku akan bicara sama papa untuk mengobati kamu kemanapun
Sel,?. Dan mengganti semua kerugian kamu dengan biaya sekolahmu.?. katanya
dengan lirih, tapi masih saja kesombongannya belum padam.
“
tapi kamu harus mikir, apa dengan semua itu, kamu bisa mengembalikan aku
seperti kemaren sebelum kejadian ini?. hah?.. kataku bernada tinggi, padahal
dalam hatiku tertawa lebar. Puas aku ngerjain anak kolongmerat sombong itu.
Cello
tidak angkat bicara, namun ia angkat duduk, hendak pergi dari ruanganku. Segera
aku melihat bunda dan mama Cellomasih asyik mengobrol. Aku berseru.
“Cello,
aku hanya bercanda aja, kamu marah?.tanyaku lirih.
Seketika
itu Cello memutar badannya dan memandangiku dengan sedikit kesal tapi ada
kebahagiaan yang dapat aku baca dari tatapannya yang dingin. Cello berjalan
mendekat. Ia duduk lagi di sampingku. Dia tersenyum, senyuman kali ini bukan
senyuman congkak yang selama ini aku lihat,tapi senyuman yang tulus dan
menawan.
“kamu
jangan buat aku cemas Sel, cepet bangun, aku kangen dengan juteknya kamu.!. aku
nggak punya temen yang segokil kamu.?. aku sayang kamu Sel.. kamu udah aku
anggap sebagai sepupuku sendiri.”. kata Cello padaku sambil terus memegangi
taganku yang semakin dingin.
“aku
janji Sel, bakalan cepet keluar dari rumah sakit ini,dan segera belajar sama
kamu lagi. Kamu jangan nangis ya?, tenang aja, aku baik-baik saja. Besok juga
udah berangkat sekolah.” Kataku meyakinkan.
Tiba-tiba
suara mama Cello, terdengar memanggil dari balik pintu tebal itu.
“Sayang,
ayo kita pulang, biarkan Gieshell istirahat dengan penuh, besok kita jenguk
lagi keadaannya.”. Ayo sayang,.. tante pulang dulu ya Gieshell besok tante
jenguk lagi sama Cello. Sambil mencium keningku.
“iya,
tante.terimkasih udah jenguk Gieshell, dan terimakasih untuk waktunya.”
Hati-hati dijalan ya tante?.” Pesanku pada ibu Ratih.
Tiga
hari dirumah sakit akhirnya aku bisa bersekolah kembali, Dila dan Cinta sangat
gembira, karena aku bisa hadir di tengah-tengah mereka lagi. Les demi les,
bimbel demi bimbel telah aku lewati bersama Cello. Hari ini aku diantar ke Air
Port Halim Perdana Kusuma untuk tujuan Kongo. Sekitar jam 08.00 WIB aku terbang
ke Kongo, di dalam pesawat aku berdoa agar aku dan para penumpang lainnya
diberi keselamatan. Aku duduk bersebelahan dengan ibu Sri Ambar salah seorang
utusan kemendiknas Indonesia. Sedangkan Cello duduk di seberangku bersama pak
Bambang Utoyo. Selama berjam-jam di pesawat akhirnya datang juga. Setelah kami
tiba, kami segera chek in Hotel StarWorld. Banyak juga peserta dari berbagai
belan dunia lainnya. Aku berjumpa sahabat lamaku pada saat masih SMP dulu di
acara pertukaran pelajar. Dia adalah Puja gadis india yang cantik dan baik
hati. Inilah hari penentuan YES or Sorry, huuufftt sangat menegangkan. Aku
berdoa pada Allah semoga aku bisa mendapatkan keutamaannya pada hari itu, tak
lupajuga aku doakan untuk Cello teman seperjuanganku. Soalnya sangat sulit
untuk ditebak, harus menggunakan penjabaran yang luar biasa. Tetapi untuk kami
itu hal lumayan mudah, karena tuhan telah mendengarkan doaku dan Cello.
Pengumuman sekitar tiga hari setelah selesai olimpiade, jadi kami di minta
untuk tinggal di Kongo selama satu minggu lagi. Karena membutuhkan waku yang
lumayan banyak untuk mengoreksi atau merekapitulasi nilai dan point yang akan
diberikan. Ibu Sri dan pak Bambang mengajak aku dan Cello untuk berkeliling di
kota Kongo. Kami mengunjungi beberapa wahana permainan dan pantai tak lupa juga
mall. Aku cukup yakin dengan kemampuan bahasaku yang cukup untuk bercakap dan
bersyair dinegara paman sam itu. Tetapi ada kendala bagi Cello, dia males
belajar bersama Mis Aurel, akibatnya ia petik ketika besenang ria di negara
asing. Kasihaaaaannn....
“Gieshell,
kamu harus bantu aku ngomong ya, aku nggak terlalu faham untuk bahasa amrik,
aku kelas briths, ya ya. please dong.?. kata Cello memohon.
“enggak
ah, kamu dulu yang janji nggak bakal minta bantuan sama aku, “expres
junior” masih berkumandang di telingaku
Sel,. Kataku sambil menikmati menara yang indah sebagian kota Kongo terlihat rapi.
“Please
lah Sel, kamu nggak kasihan sama aku”.!. katanya sambil memohon di sebelahku.
Setelah
kami berdebat, kami menuju ke sungai indah di sana terdapat puluhan angsa dan
merpati, sejuk, bersih dan segar. Aku melihat sekeliling tempat yang indah.
Terlihat Cello kesusahan dalam berinteraksi dengan orang Amerika, aku
membiarkannya saja biar tahu rasa tuh, orang yang katanya mau bawa jubir, eh
nggak di bolehin sama pak Bambang. Sampai pada sebuah pondok-pondok
“Sel,
bapak tunggu disini ya, bapak mau telpon ponakan dulu yang ada di
washington,kamu boleh lanjutkan jalan-jalan nanti buruan kesini lagi ya?. pesan
pak Bambang dan ibu Sri. Ibu Sri memutuskan untuk berbelanja. Tinggallah aku
dan Cello berjalan mengitari jembatan kuno
yang megah. Sampai dipertengahan jembatan tiba-tiba Cello menarikku, dan
berkata.
“kamu
mau, aku ceburkan disini atau mebantuku dalam conversation, hah.sambil setengah
mendorong tubuhku ke arah sungai yang dalam.
“Cello,
apa yang kamu lakukan, jangan ulangi kebodohamu, kalau aku terjatuh pasti aku
akan kehilangan nyawaku. Lepaskan aku Cello. Teriakku sambil menangis.
“
kamu katakan iya dulu padaku. Sekarang kalau tidak akan aku dorong kamu kebawah
sana.”. kata Cello sambil menggentakkan tangannya mendorongku kebibir jembatan,
seluruh tubuhku bergetar., aku ketakutan yang sangat amat besar.
“iyaaa,,
Cello Atmaja akan aku bantu semuanya,..”. lepaskan aku dulu aku mohon. Teriakku
sambil megang tangannya yang masih di belakangku.
Dengan
satu kali tarikan dan mudur sekitar empat langkah Cello menarikku hingga jatuh
dalam pelukannya yang begitu hangat. Beberapa detik aku sempat terkaget dan
tercengang. Tapi setelah beberapa detik aku mulai nenikmati desiran darah dan
detak jangtung Cello yang membuatku tenang. Aku memejamkan mataku sambil
sedikit meneteskan air mata. Setelah beberapa menit Cello bertanya padaku yang
masih dalam pelukannya.
“kamu
ketakutan, Sel. Aku nggak mungkin menjatuhkan kamu ke sungai, aku sayang sama
kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu.” Kata Cello tepat di telingaku.
“eng-enggak
kok Sel, aku nggak takut, aku juga tahu kamu cuma main-main ajakan?., jawabku
terbata dan bingung.
“buktinya
degup jantung kamu naik Sel, tiga kali lebih cepat dari jantung normal.” Ya kan
kamu takut.”. tanaya Cello lagi.
“iya,
aku takut, kamu jangan jauh dari aku ya Sel, kamu pelindung bagi aku.”. kataku
lirih.
“aku
akan selalu ada di samping kamu.”. jawab Cello.
Aku
ingat pesan bunda bahwa omongan laki-laki itu ada yang benar ada juga yang
mengada-ada alias gombal. Tapi aku merasa Cello beneran ngomong begitu sama
aku. Kami sama-sama memejamkan mata, hembusan angin musim semi yang dingin
membuat pelukan Cello semakin erat.
“Cello,
aku nggak bisa nafas, kalu kamu peluknya kayak gini.! Ujarku sambil
menggerakkan tubuhku.
“maaf
Sel, aku nggak sengaja, kamu buat aku damai.”. katanya sambil melepaskan
pelukannya.
Akhirya
kami hunting di sana, dan berjajan di jalanan, semua makannan yang hendak aku
makan Cello selalu bertanya pada si penjual” mengandung udang apa tidak”?.
Kisah yang lucu terukir disana, dan kami lupa untuk pulang menemui pak Bambang,
kami sudah sangat jauh dari jembatan, karena kami sudah beberapa kali naik
mobil bis. Kami memutuskan untuk pulang menggunakan kereta. Pada saat di
stasiun kereta api, aku dan Cello berpisah.
“sel,
kamu masuk duluan, ada yang ketinggalan di toilet, jam dari papah. Kamu masuk
duluan nanti aku nyusul. Ya!. kata Cello meyakikan.
“oh
iya, cepet ya Sel, aku pesanin kursi untuk kamu..”. kataku sambil berusaha
masuk kedalam kereta api yang sangat banyak penumpangnya itu.
Setelah
aku dudukdan mendapatkan dua kursi, sepertinya lama sekali Cello mengambil jam
tangannya. Kemana dia perginya. Tak terasa kereta mulai berjalan dengan cepat.
Aku berusaha untuk menghentikan keretanya karena Cello, belum ikut masuk.
“exuse
me, sir, my friend left behind, he have in the toilet”. Kataku memohon pada
salah satu petugas kereta api.
“train
doing run, a round at two, in 12 minutes start now”.! Kata petugas kereta api.
Disaat
yang sama Cello mengejar keretaku. Namun usahanya gagal. Aku duduk dengan sedih
ketika harus sendiri di dalam lingkup orang asing. Sesampaiya di stasiun kereta
Kongo pusat, aku segera turun dan menuju wartel karena handponeku mati.
Sesampainya di wartel aku segera menghubungi Cello tapi tidak aktif. Aku
menunggu di halte bis, tetapi sudah dua bis yang lewat Cello belum terlihat
juga, aku khawatir dan cemas. Aku pindah lagi kehalte bis yang berikutnya tapi
tidak ada juga, padahal hotel sudah dekat hanya bebrapa ratus meter lagi dari
tempatku berdiri. Aku akan menunggu sampai Cello datang. Aku memutuskan untuk
mencari halte bis lagi, ternyata di sana ada wartel aku melangkah menuju wartel
dan menemukan sesosok yang sedang bingung memijat tombol nomor-nomor, aku
menyapanya agar mau bergantian denganku.
“exuse
me, mr,I want to try, I want call my friend.”. kataku sambil gemetaran.
Setelah
orang yang ada di dalam wartel itu keluar, aku langsung kaget melihat bahwa dia
adalah Cello.
“Gieshell!
Serunya sambil menuju ke arahku.
“Cello,
jawabku sambil menghampiri sahabatku itu.
Kami
berpelukan, aku menangis sejadi-jadinya saat itu, Cello pun ikut menangis.
“mulai
saat ini, pegang terus tanganku Gieshell, aku tidak akan pernah meninggalkanmu
dimanapun, dan dalam keadaan apapun, kita harus saling bersama. Katanya sambil
membelai rambutku.
“iya
Cello, jangan tinggalkan aku lagi, aku akan mengikutimu kemanapun dan
dimanapun.”. kataku sambil terisak.
“ini
cerita kita yang baru Gieshell, jangan pernah dilupakan”. Kata Cello sambil
terus mengeratkan pelukannya. Aku mengangguk setuju.
“aku
sayang kamu Gieshell,”. Kata Cello sambil mencium keningku.
Aku
tersentak, karena baru kali ini aku dicium oleh seorang laki-laki yang bukan
siapa-siapa aku. Aku segera menamparnya dengan lembut.
“apa
yang kamu lakukan Cello, itu sudah kelewatan.” Kataku sambil menghapus jejak
bibir Cello di keningku.
“maaf
Gieshell, bukan maksudku yang lain, aku sayang kamu.”. katanya dengan
menurunkan tanganku.
Saat
itu juga aku memeluk Cello dengan erat, lama sekali, aku merasakan ada perasaan
yang lain selain bersahabat. Aku mencoba untuk menanamkan rasa cintaku pada
Cello. Akhirnya kami kembali ke hotel pak bambang tidak sibuk lagi mencari
kami. Pengumuman tiba ternyata aku masuk dalam kategori 1,2,dan 3 begitu juga
Cello.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar