Sabtu, 13 September 2014

kamu


Selamat malam pembacaku.
Sebuah kisah yang diangkat dari perjalanan gadis pintar dan perjaka kaya.
Kini aku masih duduk di kelas XI disebuah sekolah yang paling ngetop di negeriku. Kata orang, aku termasuk dalam kategori gadis yang pendiam, cerdas, tangkas, penuh misteri, dan ramah. Aku tidak pernah menyadari sisi kepribadianku itu. Di sekolah aku hanya berteman akrab dengan dua orang saja yaitu Dila dan Cinta. Sebelumya, perkenalkan namaku Gieshell. Aku bersekolah di tempat yang Wah.. bukan karena orang tuaku kelebihan harta, tapi nilaiku yang cukup untuk menguasai semua mata pelajaran yang ada. Dalam satu kelas terdapat tiga puluh lima siswa, kebetulan kelasku merupakan kelas andalan olimpiade dan penelitian, bahasa asing juga jago. Sedangkan kelas yang
lain hanya menguasai beberapa kelebihan saja, karena mereka cukup mendalami bahasa asing. Aku memiliki keburukan (cemberut dan marah-marah nngak jelas) saat ada seorang laki-laki yang berusaha mengganggu konsentrasi dalam pekerjaanku. Sebut saja Cello, anak dirut BNI yang selalu usil, boleh dibilang udik. Setiap hari ketika aku masukkan pasword pada loket siswa, Cello selalu menggannguku dengan berbagai cara. Tapi, aku beruntung tidak sekelas dengan orang udik sekota Bandung itu. Selain Cello jago berdebat, dia juga jago matematika. Karena menurutku wajar, dia bisa segalanya karena belajarnya plus pakek bimbel segala. Tapi keburukan Cello yaitu malas belajar, ia selalu mengandalkan harta, harta, dan harta orang tuanya dan keluarganya saja. Sekali sebut, apapun akan ia dapat asal bukan matahari saja yang dia minta. Kebetulan kami sama-sama lolos seleksi nasional olimpiade Matematika dan Sains Ilmu Terapan. insyaAllah bulan depan akan dikirim ke Kongo Amerika Serikat. Aku dan Cello selalu mengikuti les tambahan di sekolah untuk persiapan olimpiade tingkat internasional itu. Aku merasa heran, setiap les bahasa inggris (Amrik) Cello selalu tidak hadir. Alsan Cello pada Mis. Aurel, selalu urusan bersama orang tua. Ntar kalau sudah dekat hari H, baru kelabakan. Dasar anak males... keesokan harinya di sekolah:
“Sel, Gieshell. Tunggu bentar gua mau ngomong.”! Seru Cello yang baru turun dari mobilnya. Aku berhenti dan menoleh kearah suara yang memanggilku.
“ada apa Sel, nggk ada waktu aku belum sarapan,.”! Jawabku ketus
“ ya ela, Sel. Bentaran aja kok. Lima menit tunggu ya, gua mau masukin pasword dulu.”! Cello berlari menuju loket padahal aku belum menjawab iya atau tidak.
Aku memperhatikan Cello dari jauh, dia senyum padaku ketika selesai memberikan tanda pengenal siswa pada petugas loket. Senyumannya sok manis. Il feel.... sambil menunggu Cello mendekatiku aku sibakkan rambut panjang dari leherku. Banyak teman-temanku menyapa, mengajakku masuk kelas. Tapi aku sudah keburu punya janji sama Cello, eh bukan,! Mau dengerin apa yang di sampaikan oleh Cello.
“udah, registrasinya?”. tanyaku dengan sedikit menjinjitkan alis.
“udah, Sel, yuk ngomongnya sambil jalan ya.!. kata Cello menarik lenganku.
“mau ngomong apaan Sel, oh iya kemaren kamu kemana sih, setiap pelajaran Mis Aurel kamu nggak hadir, aku kemaren sendirian untuk kelas matematikanya,. Selalu urusan keluarga, apa kamu nggak sayang dengan kesempatan emas itu. Selidikku penuh kejengkelan.
“iya, iya. Kemaren aku memang nggk kemana-mana, aku main Play Station sama abang. Males juga, lagian kalau jadi, ke Kongo aku bawa aja jubir, biar papaku yang bayar. Heh.. jawab Cello dengan entengnya.
“terserah kamu ya,resiko di tanggung sendiri-sendiri.” Kataku sambil belok ke lorong kelasku.
“oke, expres Junior. Hahahah.. dah Gieshell sampai ketemu ntar siang.
Saat ini aku merasa Cello adalah sahabat laki-lakiku yang pertama, entah mengapa aku merasakan kenyamanan saat di dekat Cello, yaahh walaupun sedikit udik dan sok cool, tapi nggk papa sih, aku merasa terlindungi saat berjalan dengan Cello. Kata bunda, sahabat boleh dengan siapa saja baik laki-laki atau perempuan yang penting orangnya baik. Mulai saat itu, kedekatan aku sama Cello bersambung. Setiap hari saat jam istirahat pertama, Cello selalu menunggu di depan lorong kelasku. Maksudnya ngajak ke kantin bareng. Seperti hari ini.
“hai Sel, gimana pelajarannya, you can handle it, or to have a brief sleep, hahaha.?.  tanyanya sambil menyenggol lenganku dengan sikunya.
“of course, I can to overcome, huh..” jawabku sedikit melihat wajahnya yang meledekku.
“Sel, kenapa sih jauh banget jaraknya, deket sedikit napa!, takut banget, tenang aja yang jalan sama kamukan primadona sekolah.
“ behel kamu itunah yang jadi primadona, huh. Sel, rendah dikit dong, malu. Aku terlalu pendek kalau sejajar sama kamu. Kataku sambil menarik lengannya.
“oh iya, iya, makannya minun susu, jangan makan pelajaran mulu. Ntar nambah pendek lo. Kata Cello sambil terus berjalan seperempat berjongkok.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan pukulan kecil di tangan Cello. Akhirnya aku meminta Cello agar berjalan dengan tegap, sebagaimana biasanya. Sesampainya di kantin aku memesan makanan yang sama dengan Cello, ternyata makanan kesukaan Cello berbanding terbalik.  Dia menyukai udang veru much, sedangkan tubuhku tidak menapung sumber nabati hewani yang namanya udang. Makanan itu tidak aku sentuh sedikitpun. Hanya melihat cara makan Cello yang rapi, dan anggun. Sambil sesekali menyeruput es jerukku.
“Sel, kenapa nggak dimakan udangnya.? Enak lo, aku belikan untuk kamu. Kamu nggak bisa ngehargain orang lain ya.! kata Cello menghardikku.
“terimakasih Sel, kamu udah belikan makanan ini untk aku, aku alergi udang,aku bisa demam, menggigil dan biduran kalau makan udang. Kataku sambil meyakinkan.
“udah makan aja Sel, jangan ada yang dipantang-pantang dari pada lo kelaparan.”. ayo makan ini aku suapin.” A, A,!. Cello sengaja memasukan udang dalam mulutku, aku tidak sengaja menelannya.
Setelah aku menelan sepotong daging udang yang gurih itu, aku pamit untuk meninggalkan Cello di kantin, aku tidak tahan lagi, dunia ini seperti akan runtuh dan berputar 360 setiap sudutnya. Aku berjalan oleng tanpa siapapun,teman-teman tidak ada yang menyadari kalau aku sedang keracunan udang. Aku berlari menuju kelas dan meminum obatku. Sambil menundukkan kepala di atas meja, aku terus menyebut nama tuhanku dan memanggil orang tuaku. Karena alam sadarku diamabang tak tentu arah. Cello yang menyadari akan terjadi apa-apa denganku, segera menyusul ke dalam kelas.
“ Sel, kamu nggak papa?, Sel kamu kenapa, Sel apa yang harus aku lakukan, Sel maafkan aku, Sel jangan buat aku cemas, Sel sadar.. Gieshel Tamara. Bangun....! teriakan Cello hanya terdengar sayu redup.
“Sel, tolong.. aku, aku benar-benar pusing”.! Jawabku dengan terbata-bata tubuhku melanting kesana kemari.
Saat itulah aku mulai tak sadarkan diri, dan di bawa kerumah sakit terdekat. Aku pingsan mulai dari sekolah. Tenyata alergiku bukan hanya menyebabkan demam saja, tapi menyebabkan sekujur tubuhku menggigil. Tiga hari aku dirawat dirumah sakit padahal keberangkatanku ke Kongo tersisa sembilan hari lagi. Pada hari kedua Cello dan ibunya datang menjengukku dengan membawa parcel buah, ibunya sangat meminta maaf atas perilaku Cello padaku. It okey, kata bunda, lagian aku juga cuma elergi biasa aja. Cello menatapku denga rasa penuh khawatir dan cemas, matanya berkaca-kaca. Aku raih tangannya yang masih berdiri di sebelahku.
“aku udah nggak papa Sel, jangan sedih, seharusnya kamu kesini tunjukin muka kamu yang ceria, biar bisa menghibur aku. Kata bunda juga nggak papa, mungkin kamu lagi hilaf saja, iya kan bun, tannte?. Sambil menyapa mama Cello.
“maafin anak tante sayang, dia udah buat kamu kayak gini, padahal sembilan hari lagi kamu mau fly ke Kongo. Kata mama Cello sambil memegangi tanaganku yang tertusuk jarum infus.
Aku hanya mengangguk lemah, untuk membalasya. Sepertinya mama Cello sangat penyayang, keliahtan dari cara bicara dan geriknya. Bundaku juga tidak memperpanjang masalah ini. biasa anak kecil, kata bunda menghibur. Setelah mama dan bunda berbincang tentang kelemahanku ini, aku berdua di dalam kamar yang seram dan wangi aroma obat bersama Cello, dari tadi laki-laki udik itu tidak angkat bicara hanya terunduk dan menguruti jemariya saja. Akupun mempunyai ide, untuk membalas keusilan dan kesombongannya selama ini.
“Sel, coba kamu nggak suapin aku udang, aku nggak bakal terbaring dirumah sakit ini, kamu tahu berapa banyak kerugian ilmu yang aku dapatkan, kamu harus bertanggung jawab atas semua ini. ngerti kamu?..”, kata ku bernada tingggi.
“apapun akan aku lakukan, aku akan bicara sama papa untuk mengobati kamu kemanapun Sel,?. Dan mengganti semua kerugian kamu dengan biaya sekolahmu.?. katanya dengan lirih, tapi masih saja kesombongannya belum padam.
“ tapi kamu harus mikir, apa dengan semua itu, kamu bisa mengembalikan aku seperti kemaren sebelum kejadian ini?. hah?.. kataku bernada tinggi, padahal dalam hatiku tertawa lebar. Puas aku ngerjain anak kolongmerat sombong itu.
Cello tidak angkat bicara, namun ia angkat duduk, hendak pergi dari ruanganku. Segera aku melihat bunda dan mama Cellomasih asyik mengobrol. Aku berseru.
“Cello, aku hanya bercanda aja, kamu marah?.tanyaku lirih.
Seketika itu Cello memutar badannya dan memandangiku dengan sedikit kesal tapi ada kebahagiaan yang dapat aku baca dari tatapannya yang dingin. Cello berjalan mendekat. Ia duduk lagi di sampingku. Dia tersenyum, senyuman kali ini bukan senyuman congkak yang selama ini aku lihat,tapi senyuman yang tulus dan menawan.
“kamu jangan buat aku cemas Sel, cepet bangun, aku kangen dengan juteknya kamu.!. aku nggak punya temen yang segokil kamu.?. aku sayang kamu Sel.. kamu udah aku anggap sebagai sepupuku sendiri.”. kata Cello padaku sambil terus memegangi taganku yang semakin dingin.
“aku janji Sel, bakalan cepet keluar dari rumah sakit ini,dan segera belajar sama kamu lagi. Kamu jangan nangis ya?, tenang aja, aku baik-baik saja. Besok juga udah berangkat sekolah.” Kataku meyakinkan.
Tiba-tiba suara mama Cello, terdengar memanggil dari balik pintu tebal itu.
“Sayang, ayo kita pulang, biarkan Gieshell istirahat dengan penuh, besok kita jenguk lagi keadaannya.”. Ayo sayang,.. tante pulang dulu ya Gieshell besok tante jenguk lagi sama Cello. Sambil mencium keningku.
“iya, tante.terimkasih udah jenguk Gieshell, dan terimakasih untuk waktunya.” Hati-hati dijalan ya tante?.” Pesanku pada ibu Ratih.
Tiga hari dirumah sakit akhirnya aku bisa bersekolah kembali, Dila dan Cinta sangat gembira, karena aku bisa hadir di tengah-tengah mereka lagi. Les demi les, bimbel demi bimbel telah aku lewati bersama Cello. Hari ini aku diantar ke Air Port Halim Perdana Kusuma untuk tujuan Kongo. Sekitar jam 08.00 WIB aku terbang ke Kongo, di dalam pesawat aku berdoa agar aku dan para penumpang lainnya diberi keselamatan. Aku duduk bersebelahan dengan ibu Sri Ambar salah seorang utusan kemendiknas Indonesia. Sedangkan Cello duduk di seberangku bersama pak Bambang Utoyo. Selama berjam-jam di pesawat akhirnya datang juga. Setelah kami tiba, kami segera chek in Hotel StarWorld. Banyak juga peserta dari berbagai belan dunia lainnya. Aku berjumpa sahabat lamaku pada saat masih SMP dulu di acara pertukaran pelajar. Dia adalah Puja gadis india yang cantik dan baik hati. Inilah hari penentuan YES or Sorry, huuufftt sangat menegangkan. Aku berdoa pada Allah semoga aku bisa mendapatkan keutamaannya pada hari itu, tak lupajuga aku doakan untuk Cello teman seperjuanganku. Soalnya sangat sulit untuk ditebak, harus menggunakan penjabaran yang luar biasa. Tetapi untuk kami itu hal lumayan mudah, karena tuhan telah mendengarkan doaku dan Cello. Pengumuman sekitar tiga hari setelah selesai olimpiade, jadi kami di minta untuk tinggal di Kongo selama satu minggu lagi. Karena membutuhkan waku yang lumayan banyak untuk mengoreksi atau merekapitulasi nilai dan point yang akan diberikan. Ibu Sri dan pak Bambang mengajak aku dan Cello untuk berkeliling di kota Kongo. Kami mengunjungi beberapa wahana permainan dan pantai tak lupa juga mall. Aku cukup yakin dengan kemampuan bahasaku yang cukup untuk bercakap dan bersyair dinegara paman sam itu. Tetapi ada kendala bagi Cello, dia males belajar bersama Mis Aurel, akibatnya ia petik ketika besenang ria di negara asing. Kasihaaaaannn....
“Gieshell, kamu harus bantu aku ngomong ya, aku nggak terlalu faham untuk bahasa amrik, aku kelas briths, ya ya. please dong.?. kata Cello memohon.
“enggak ah, kamu dulu yang janji nggak bakal minta bantuan sama aku, “expres junior”  masih berkumandang di telingaku Sel,. Kataku sambil menikmati menara yang indah sebagian kota Kongo terlihat  rapi.
“Please lah Sel, kamu nggak kasihan sama aku”.!. katanya sambil memohon di sebelahku.
Setelah kami berdebat, kami menuju ke sungai indah di sana terdapat puluhan angsa dan merpati, sejuk, bersih dan segar. Aku melihat sekeliling tempat yang indah. Terlihat Cello kesusahan dalam berinteraksi dengan orang Amerika, aku membiarkannya saja biar tahu rasa tuh, orang yang katanya mau bawa jubir, eh nggak di bolehin sama pak Bambang. Sampai pada sebuah pondok-pondok
“Sel, bapak tunggu disini ya, bapak mau telpon ponakan dulu yang ada di washington,kamu boleh lanjutkan jalan-jalan nanti buruan kesini lagi ya?. pesan pak Bambang dan ibu Sri. Ibu Sri memutuskan untuk berbelanja. Tinggallah aku dan  Cello berjalan mengitari jembatan kuno yang megah. Sampai dipertengahan jembatan tiba-tiba Cello menarikku, dan berkata.
“kamu mau, aku ceburkan disini atau mebantuku dalam conversation, hah.sambil setengah mendorong tubuhku ke arah sungai yang dalam.
“Cello, apa yang kamu lakukan, jangan ulangi kebodohamu, kalau aku terjatuh pasti aku akan kehilangan nyawaku. Lepaskan aku Cello. Teriakku sambil menangis.
“ kamu katakan iya dulu padaku. Sekarang kalau tidak akan aku dorong kamu kebawah sana.”. kata Cello sambil menggentakkan tangannya mendorongku kebibir jembatan, seluruh tubuhku bergetar., aku ketakutan yang sangat amat besar.
“iyaaa,, Cello Atmaja akan aku bantu semuanya,..”. lepaskan aku dulu aku mohon. Teriakku sambil megang tangannya yang masih di belakangku.
Dengan satu kali tarikan dan mudur sekitar empat langkah Cello menarikku hingga jatuh dalam pelukannya yang begitu hangat. Beberapa detik aku sempat terkaget dan tercengang. Tapi setelah beberapa detik aku mulai nenikmati desiran darah dan detak jangtung Cello yang membuatku tenang. Aku memejamkan mataku sambil sedikit meneteskan air mata. Setelah beberapa menit Cello bertanya padaku yang masih dalam pelukannya.
“kamu ketakutan, Sel. Aku nggak mungkin menjatuhkan kamu ke sungai, aku sayang sama kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu.” Kata Cello tepat di telingaku.
“eng-enggak kok Sel, aku nggak takut, aku juga tahu kamu cuma main-main ajakan?., jawabku terbata dan bingung.
“buktinya degup jantung kamu naik Sel, tiga kali lebih cepat dari jantung normal.” Ya kan kamu takut.”. tanaya Cello lagi.
“iya, aku takut, kamu jangan jauh dari aku ya Sel, kamu pelindung bagi aku.”. kataku lirih.
“aku akan selalu ada di samping kamu.”. jawab Cello.
Aku ingat pesan bunda bahwa omongan laki-laki itu ada yang benar ada juga yang mengada-ada alias gombal. Tapi aku merasa Cello beneran ngomong begitu sama aku. Kami sama-sama memejamkan mata, hembusan angin musim semi yang dingin membuat pelukan Cello semakin erat.
“Cello, aku nggak bisa nafas, kalu kamu peluknya kayak gini.! Ujarku sambil menggerakkan tubuhku.
“maaf Sel, aku nggak sengaja, kamu buat aku damai.”. katanya sambil melepaskan pelukannya.
Akhirya kami hunting di sana, dan berjajan di jalanan, semua makannan yang hendak aku makan Cello selalu bertanya pada si penjual” mengandung udang apa tidak”?. Kisah yang lucu terukir disana, dan kami lupa untuk pulang menemui pak Bambang, kami sudah sangat jauh dari jembatan, karena kami sudah beberapa kali naik mobil bis. Kami memutuskan untuk pulang menggunakan kereta. Pada saat di stasiun kereta api, aku dan Cello berpisah.
“sel, kamu masuk duluan, ada yang ketinggalan di toilet, jam dari papah. Kamu masuk duluan nanti aku nyusul. Ya!. kata Cello meyakikan.
“oh iya, cepet ya Sel, aku pesanin kursi untuk kamu..”. kataku sambil berusaha masuk kedalam kereta api yang sangat banyak penumpangnya itu.
Setelah aku dudukdan mendapatkan dua kursi, sepertinya lama sekali Cello mengambil jam tangannya. Kemana dia perginya. Tak terasa kereta mulai berjalan dengan cepat. Aku berusaha untuk menghentikan keretanya karena Cello, belum ikut masuk.
“exuse me, sir, my friend left behind, he have in the toilet”. Kataku memohon pada salah satu petugas kereta api.
“train doing run, a round at two, in 12 minutes start now”.! Kata petugas kereta api.
Disaat yang sama Cello mengejar keretaku. Namun usahanya gagal. Aku duduk dengan sedih ketika harus sendiri di dalam lingkup orang asing. Sesampaiya di stasiun kereta Kongo pusat, aku segera turun dan menuju wartel karena handponeku mati. Sesampainya di wartel aku segera menghubungi Cello tapi tidak aktif. Aku menunggu di halte bis, tetapi sudah dua bis yang lewat Cello belum terlihat juga, aku khawatir dan cemas. Aku pindah lagi kehalte bis yang berikutnya tapi tidak ada juga, padahal hotel sudah dekat hanya bebrapa ratus meter lagi dari tempatku berdiri. Aku akan menunggu sampai Cello datang. Aku memutuskan untuk mencari halte bis lagi, ternyata di sana ada wartel aku melangkah menuju wartel dan menemukan sesosok yang sedang bingung memijat tombol nomor-nomor, aku menyapanya agar mau bergantian denganku.
“exuse me, mr,I want to try, I want call my friend.”. kataku sambil gemetaran.
Setelah orang yang ada di dalam wartel itu keluar, aku langsung kaget melihat bahwa dia adalah Cello.
“Gieshell! Serunya sambil menuju ke arahku.
“Cello, jawabku sambil menghampiri sahabatku itu.
Kami berpelukan, aku menangis sejadi-jadinya saat itu, Cello pun ikut menangis.
“mulai saat ini, pegang terus tanganku Gieshell, aku tidak akan pernah meninggalkanmu dimanapun, dan dalam keadaan apapun, kita harus saling bersama. Katanya sambil membelai rambutku.
“iya Cello, jangan tinggalkan aku lagi, aku akan mengikutimu kemanapun dan dimanapun.”.  kataku sambil terisak.
“ini cerita kita yang baru Gieshell, jangan pernah dilupakan”. Kata Cello sambil terus mengeratkan pelukannya. Aku mengangguk setuju.
“aku sayang kamu Gieshell,”. Kata Cello sambil mencium keningku.
Aku tersentak, karena baru kali ini aku dicium oleh seorang laki-laki yang bukan siapa-siapa aku. Aku segera menamparnya dengan lembut.
“apa yang kamu lakukan Cello, itu sudah kelewatan.” Kataku sambil menghapus jejak bibir Cello di keningku.
“maaf Gieshell, bukan maksudku yang lain, aku sayang kamu.”. katanya dengan menurunkan tanganku.
Saat itu juga aku memeluk Cello dengan erat, lama sekali, aku merasakan ada perasaan yang lain selain bersahabat. Aku mencoba untuk menanamkan rasa cintaku pada Cello. Akhirnya kami kembali ke hotel pak bambang tidak sibuk lagi mencari kami. Pengumuman tiba ternyata aku masuk dalam kategori 1,2,dan 3 begitu juga Cello.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar