Kamis, 09 Januari 2014

Air Mata Guru


Air Mata Guru
“Setelah kejadian yang menimpa sekolah, rasanya sudah tidak ada yang di harapkan reputasinya sudah mulai turun”. Begitulah ucap salah seorang guru. Kata-kata yang masih terngiang di telinga hingga kini masih terdengar, sesayat luka yang menghujam lubuk hati. Dengan tangan yang masih licah dan kedua kaki yang masih kukuh, terus berjalan melewati koridor sekolah walaupun langkahnya mulai sempoyongan. Sapaan murid-murid yang membuatnya tetap semangat dalam membimbing dan berbagi ilmu. Di setiap ada luka selalu tertutupi oleh senyum, hingga tak pernah terlihat menangis. Pandangannnya yang tajam, menuju padang keberuntungan, memegang erat tangan-tangan siswa yang masih membutuhkan cintanya. Setiap hari selalu mengisi kekosongan kelas. Kehampaan pun sirna setelah melihat senyumnya yang menawan dan penuh kelembutan.

Surat Cinta Untuk Presiden


Surat Cinta Untuk Presiden
            Walaupun masih duduk di bangku sekolah menengah atas, sudah banyak melahirkan tulisan-tulisan yang di muat di koran dan majalah setempat. Hingga pada suatu saat ia memberanikan diri untuk mengirimkan sepucuk surat kepada kepala negara, dengan kata-kata yang sederhana namun penuh makna. Sebut saja Nina, gadis asal pedalaman yang mengenyam pendidikan di pusat pemerintahan daerah tempat tinggalnya. Gadis yang kini berusia 16 tahun, merupakan anak yang cerdas dan bersahabat. Dengan rambut ikalnya ia bergerak aktif dan tampil menarik.

Pesan Untuk Ibu ( Natal )


Pesan Untuk Ibu
            Malam ini di kesunyian kota New York, yang hanya terlihat kelip lampu jalan dan apartemen. Kini kududuk di depan kaca kamar lantai 14 di sebuah apartemen mewah New York city. Apartemen inilah rumah ku saat menuntut ilmu di negara Pamansam. Aku bersekolah  di Universitas Negeri New York ( SUNY ) Buffalo State College.  Kutulis sebuah e-mail ke Indonesia untuk memberi kabar kepada kedua orang tuaku yang tengah menunggu. Dalam e-mail itu kutulis: