Air Mata Guru
“Setelah
kejadian yang menimpa sekolah, rasanya sudah tidak ada yang di harapkan
reputasinya sudah mulai turun”. Begitulah ucap salah seorang guru. Kata-kata
yang masih terngiang di telinga hingga kini masih terdengar, sesayat luka yang menghujam
lubuk hati. Dengan tangan yang masih licah dan kedua kaki yang masih kukuh,
terus berjalan melewati koridor sekolah walaupun langkahnya mulai sempoyongan.
Sapaan murid-murid yang membuatnya tetap semangat dalam membimbing dan berbagi
ilmu. Di setiap ada luka selalu tertutupi oleh senyum, hingga tak pernah
terlihat menangis. Pandangannnya yang tajam, menuju padang keberuntungan,
memegang erat tangan-tangan siswa yang masih membutuhkan cintanya. Setiap hari
selalu mengisi kekosongan kelas. Kehampaan pun sirna setelah melihat senyumnya
yang menawan dan penuh kelembutan.