Herda adalah gadis yang
cantik jelita, namanya yang mudah di ingat membuat orang semakin akrab. Tutur
katanya yang lembut dan penuh kesopanan. Selain memiliki tabiat yang baik, ia
juga seorang jurnalis yang hebat. Berbagai pengalaman telah ia lewati. Kegigihan
dalam bekerja dan belajar membuatnya terus berprestasi. Banyak remaja sebayanya
yang lebih memilih jalan-jalan ke mall, ketempat hiburan, dan belanja dari pada
menjadi seorang penulis. Kariernya di mulai ketika ia mengikuti ajang sayembara
penulis jurnal remaja, yang di selelnggarakan oleh Jakarta Convention Centre
tahun 2007.
Tak disangka bahkan Herda tak peracaya bila karyanya menjadi
pemenang. Menjadi seorang jurnalis remaja bukannya hal yang mudah untuk remaja
seusianya, tatapi bagi herda menjadi seorang jurnalis Muda bukanlah hal yang
sangat sulit. Sejak menjadi seorang pemenang jurnal remaja, ia semakin meningkatkan
bakat dan kreativitasnya di bidang menulis. Herda terlahir bukan dari golongan
kolongmerat atau anak pejabat, ia hanya anak seorang guru bahasa Indonesia di
sekolah dasar. Walaupun hanya anak seorang guru, ia ingin menunujukkan pada
dunia bahwa ia tak kalah dengan anak kolongmerat atau anak pejabat yang memakai
mobil sedan dan BMW. Dibalik semua itu Herda mempunyai sifat yang buruk yaitu
mudah marah saat kehilangan barang miliknya. Anak sulung dari dua bersaudara
ini, kini berusia 17 tahun. Dihari ulang tahunnya yang ke-17 tiada yang
istimewa baginya. Hanya do’a kedua orang tuannya yang tak henti-hentinya
terpanjatkan. Siafatnya yang sederhana membuatnya anggun dan menarik, banyak
laki-laki sebayanya yang menyukainya. Tetapi Herda memiliki prinsip tak akan
berpacaran sebelum lulus bangku kuliah. Bakat dan minatnya sangat didukung oleh
ayah dan ibunya. Sekarang Herda duduk di kelas XII IPS 1 sekolah menengah atas
Persada Bunda di Jakarta. Herda memiliki tiga orang sahabat yaitu Bella, Nadya,
dan Dina. Mereka tergabung dalam eskul pramuka, Herda juga senang dalam urusan
kemah dan daki gunung, hal-hal yang membahayakan tetapi menjadi sebuah
tantangan yang harus dilewati. Pengalaman dalam mendaki gunung sudah dua kali
ketika ia duduk di bangku SMP dan yang kedua ketika ia sudah duduk di bangku
SMA. Gunung yang pernah di daki adalah gunung Semeru di Jawa Timur, semua orang
pasti tahu bahwa gunung semeru merupakan gunung yang masih aktif. Kakinya yang
kecil dan kulitnya yang sawo matang mampu mendaki gunung tersebut bersama rombangan
mahasiswa Universitas Brawijaya. Ayah
herda sering berpesan agar meninggalkan kebiasaanya daki gunung, karena beliau
khawatir terjadi sesuatu pada Herda.
Berulang kali ayah dan ibunya melarang herda untuk daki, tetapi ia tetap
melakukan aktivitas kesukaanya itu. Kini herda tak lagi mendaki gunung karena
ia terserang penyakit Tipus. Daya tahan tubuhnya menurun tak seperti dulu lagi,
sekarang herda mendalami aktivitasnya dalam menulis.
***
Lampu jalan yang menuju
kerumahnya rusak, herda takut bila ia pulang kerumah jam delapan malam setelah
les bahasa inggris. Jadwal hariannya yang padat membuatnya lupa sarapan dan
makan. Tubuhnya yang kurus semakin kering saja. Orang tua herda sangat
memperhatikan kesehatan putrinya, sehingga setiap hari ayahnya meluangkan waktu
kerja untuk mengantarkan nasi makan siang Herda. Ia banyak menulis puisi juga.
Saat hendak mengikuti lomba menulis artikel, ia bekerja keras dan garapannya
hampir selesai. Ketika pulang sekolah dalam keadaan hujan dan baju yang basah
ia menyebrang jalan, ternyata ia tak hati-hati, mobil sedan putih yang meluncur
dari arah barat menabrak Herda hingga ia harus terpental beberapa meter dari
mobil. Si pengendara mobil yang tak bertanggung jawab meninggalkan Herda yang
terkapar sekarat di jalanan yang digenangi air hujan. Tak lama kemudian ada
seorang pengendara taksi menolongnya segera di larikan kerumah sakit terdekat.
Ayah dan ibu Herda yang mengetahui anaknya kecelakan tanpa basa basi menuju
rumah sakit dengan perasaan yang kacau. Setelah herda sampai dirumah sakit
langsung di tangani oleh dokter, ia di rawat di UGD. Kepalanya yang bocor akibat
benturan yang keras dan paha kaki kanannya yang patah, membuat keadaan semakin
memukul. Sopir taksi itu menyerahkan Herda kepada kedua orang tuanya,
selanjutnya pak sopir itu pamit untuk pulang kerumah. Ayah Herda banyak
mengucapkan terimakasih kepada pak sopir yang baik hati itu. Setelah beberapa
jam kemudian, dokter keluar dari ruang UGD, ayah Herda langsung menayakan
kondisi herda. Dokter menggeleng dan kata-kata maaf yang keluar dari mulutnya.
Sontak ibu Herda menangis histeris melihat kenyataan bahwa putri sulungnya
lebih dulu pulang kerahmatullah. Tapi apa daya, semuanya sudah takdir yang maha
kuasa. Sebelum Herda pergi jauh, ia pernah menulis sebuah puisi yang ada di
dalam buku hariannya, yang berjudul Goresan Terakhir Ku.
Goresan
Terakhirku
***
Tuhan...
Hari
ini aku bermimpi indah sekali
Ingin
bersamamu Tuhan
Tuhan...
Dalam
senandung nafasku
Aku
terharu bahagia
Dalam
denyut nadi ku
Aku
merindukan pelangi yang indah
Tuhan...
Malam
yang senyap
Tiada
suara yang terdengar olehku
Dalam
lelap aku lupa berdo’a
Tuhan....
Ketika
aku buka mataku
Kau
telah memelukku
Dengan
senyuman angin aurora
Tuhan...
Aku
takut
Tiada
teman lagi di sampingku
Tanpa
belaian ayah dan ibu
Hanya
hampa dalam fikiranku
Tuhan...
Aku
dimana?
Mengapa
Kau letakkan aku di ruang yang gelap?
Engkau
memelukku begitu erat
Seakan
Kau tak mau kehilangan diriku
Aku
tidak bisa menembus dinding itu
Padahal
aku belum bisa
Meninggalkan
mereka yang kucintai
Tuhan....
Kini
aku hanya bisa melihat ayah dan ibu
Teman-teman
kecilku
Dengan
air mata yang tegerai di pipi
Jaga
mereka, Tuhan..
Sayangi
mereka,seperti Kau menyayangiku
Dan memanggilku lebih dahulu
Puisi ini sempat di
baca oleh sahabat dekat Herda, yang kemudian menangis haru, hingga sekarang
puisi itu masih di simpan di lemari kesayangan Alm Herda. Tulisannya yang rapi
kini hanya kenangan, yang bisa menyembuhkan rasa rindu mereka terhadap Herda.
Sekian dan
terima kasih
Puji Lestari Aji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar