Jumat, 20 Desember 2013

Goresan Terakhirku ( karyaku dan Tuhan )


Herda adalah gadis yang cantik jelita, namanya yang mudah di ingat membuat orang semakin akrab. Tutur katanya yang lembut dan penuh kesopanan. Selain memiliki tabiat yang baik, ia juga seorang jurnalis yang hebat. Berbagai pengalaman telah ia lewati. Kegigihan dalam bekerja dan belajar membuatnya terus berprestasi. Banyak remaja sebayanya yang lebih memilih jalan-jalan ke mall, ketempat hiburan, dan belanja dari pada menjadi seorang penulis. Kariernya di mulai ketika ia mengikuti ajang sayembara penulis jurnal remaja, yang di selelnggarakan oleh Jakarta Convention Centre tahun 2007.
Tak disangka bahkan Herda tak peracaya bila karyanya menjadi pemenang. Menjadi seorang jurnalis remaja bukannya hal yang mudah untuk remaja seusianya, tatapi bagi herda menjadi seorang jurnalis Muda bukanlah hal yang sangat sulit. Sejak menjadi seorang pemenang jurnal remaja, ia semakin meningkatkan bakat dan kreativitasnya di bidang menulis. Herda terlahir bukan dari golongan kolongmerat atau anak pejabat, ia hanya anak seorang guru bahasa Indonesia di sekolah dasar. Walaupun hanya anak seorang guru, ia ingin menunujukkan pada dunia bahwa ia tak kalah dengan anak kolongmerat atau anak pejabat yang memakai mobil sedan dan BMW. Dibalik semua itu Herda mempunyai sifat yang buruk yaitu mudah marah saat kehilangan barang miliknya. Anak sulung dari dua bersaudara ini, kini berusia 17 tahun. Dihari ulang tahunnya yang ke-17 tiada yang istimewa baginya. Hanya do’a kedua orang tuannya yang tak henti-hentinya terpanjatkan. Siafatnya yang sederhana membuatnya anggun dan menarik, banyak laki-laki sebayanya yang menyukainya. Tetapi Herda memiliki prinsip tak akan berpacaran sebelum lulus bangku kuliah. Bakat dan minatnya sangat didukung oleh ayah dan ibunya. Sekarang Herda duduk di kelas XII IPS 1 sekolah menengah atas Persada Bunda di Jakarta. Herda memiliki tiga orang sahabat yaitu Bella, Nadya, dan Dina. Mereka tergabung dalam eskul pramuka, Herda juga senang dalam urusan kemah dan daki gunung, hal-hal yang membahayakan tetapi menjadi sebuah tantangan yang harus dilewati. Pengalaman dalam mendaki gunung sudah dua kali ketika ia duduk di bangku SMP dan yang kedua ketika ia sudah duduk di bangku SMA. Gunung yang pernah di daki adalah gunung Semeru di Jawa Timur, semua orang pasti tahu bahwa gunung semeru merupakan gunung yang masih aktif. Kakinya yang kecil dan kulitnya yang sawo matang mampu mendaki gunung tersebut bersama rombangan mahasiswa Universitas Brawijaya.  Ayah herda sering berpesan agar meninggalkan kebiasaanya daki gunung, karena beliau khawatir terjadi sesuatu  pada Herda. Berulang kali ayah dan ibunya melarang herda untuk daki, tetapi ia tetap melakukan aktivitas kesukaanya itu. Kini herda tak lagi mendaki gunung karena ia terserang penyakit Tipus. Daya tahan tubuhnya menurun tak seperti dulu lagi, sekarang herda mendalami aktivitasnya dalam menulis.
***
Lampu jalan yang menuju kerumahnya rusak, herda takut bila ia pulang kerumah jam delapan malam setelah les bahasa inggris. Jadwal hariannya yang padat membuatnya lupa sarapan dan makan. Tubuhnya yang kurus semakin kering saja. Orang tua herda sangat memperhatikan kesehatan putrinya, sehingga setiap hari ayahnya meluangkan waktu kerja untuk mengantarkan nasi makan siang Herda. Ia banyak menulis puisi juga. Saat hendak mengikuti lomba menulis artikel, ia bekerja keras dan garapannya hampir selesai. Ketika pulang sekolah dalam keadaan hujan dan baju yang basah ia menyebrang jalan, ternyata ia tak hati-hati, mobil sedan putih yang meluncur dari arah barat menabrak Herda hingga ia harus terpental beberapa meter dari mobil. Si pengendara mobil yang tak bertanggung jawab meninggalkan Herda yang terkapar sekarat di jalanan yang digenangi air hujan. Tak lama kemudian ada seorang pengendara taksi menolongnya segera di larikan kerumah sakit terdekat. Ayah dan ibu Herda yang mengetahui anaknya kecelakan tanpa basa basi menuju rumah sakit dengan perasaan yang kacau. Setelah herda sampai dirumah sakit langsung di tangani oleh dokter, ia di rawat di UGD. Kepalanya yang bocor akibat benturan yang keras dan paha kaki kanannya yang patah, membuat keadaan semakin memukul. Sopir taksi itu menyerahkan Herda kepada kedua orang tuanya, selanjutnya pak sopir itu pamit untuk pulang kerumah. Ayah Herda banyak mengucapkan terimakasih kepada pak sopir yang baik hati itu. Setelah beberapa jam kemudian, dokter keluar dari ruang UGD, ayah Herda langsung menayakan kondisi herda. Dokter menggeleng dan kata-kata maaf yang keluar dari mulutnya. Sontak ibu Herda menangis histeris melihat kenyataan bahwa putri sulungnya lebih dulu pulang kerahmatullah. Tapi apa daya, semuanya sudah takdir yang maha kuasa. Sebelum Herda pergi jauh, ia pernah menulis sebuah puisi yang ada di dalam buku hariannya, yang berjudul Goresan Terakhir Ku.


Goresan Terakhirku
***
Tuhan...
Hari ini aku bermimpi indah sekali
Ingin bersamamu Tuhan
Tuhan...
Dalam senandung nafasku
Aku terharu bahagia
Dalam denyut nadi ku
Aku merindukan pelangi yang indah
Tuhan...
Malam yang senyap
Tiada suara yang terdengar olehku
Dalam lelap aku lupa berdo’a
Tuhan....
Ketika aku buka mataku
Kau telah memelukku
Dengan senyuman angin aurora
Tuhan...
Aku takut
Tiada teman lagi di sampingku
Tanpa belaian ayah dan ibu
Hanya hampa dalam fikiranku

Tuhan...
Aku dimana?
Mengapa Kau letakkan aku di ruang yang gelap?
Engkau memelukku begitu erat
Seakan Kau tak mau kehilangan diriku
Aku tidak bisa menembus dinding itu
Padahal aku belum bisa
Meninggalkan mereka yang kucintai
Tuhan....
Kini aku hanya bisa melihat ayah dan ibu
Teman-teman kecilku
Dengan air mata yang tegerai di pipi
Jaga mereka, Tuhan..
Sayangi mereka,seperti Kau menyayangiku
 Dan memanggilku lebih dahulu

Puisi ini sempat di baca oleh sahabat dekat Herda, yang kemudian menangis haru, hingga sekarang puisi itu masih di simpan di lemari kesayangan Alm Herda. Tulisannya yang rapi kini hanya kenangan, yang bisa menyembuhkan rasa rindu mereka terhadap Herda.
Sekian dan terima kasih
Puji Lestari Aji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar